Kumpulan Cerpen
Siang itu, rumah si kembar Delancey (Dela) dan Stacey (Aci) yang sibuk dikejutkan oleh seseorang. “Halo, anak-anak! sibuk sekali kalian sampai pamanmu ini tidak dibukakan pintu,” kata sosok misterius itu. “Paman Mbul! Lihat tadi pagi kami menemukan ini di kebun,” ujar Dela sambil menunjukkan sebutir telur warna-warni pada pamannya itu.
“Aku yakin sekali pasti si kelinci putih yang memberikan ini untuk kami,” ucap Aci.
“Telur itu bagus sekali! Tapi apakah kalian pernah bertanya kenapa kita, khususnya kelinci, sering membagikan telur?” kata Paman Mbul.
“Ceritakan dong Paman!” sahut si kembar bersamaan.
Ceritapun dimulai…
Zaman dulu sekali… pernah terjadi panen tahunan gagal karena secara tiba-tiba serangga-serangga hama datang. Akhirnya, semua warga kelaparan. Mereka sudah mencoba banyak cara. Memancing? Yang didapat hanya ikan yang kecil sekali. Berburu? Yang didapat hanya hewan bertulang dilapisi kulit. Sulit sekali sampai-sampai para penghuni hutan pun merasakannya.
Satu-satunya makanan yang bisa ditemukan di hutan hanya telur milik Pak Beruang Kikir. Ia memiliki 100 ayam hutan petelur yang bertelur setiap harinya. Para penghuni hutan tentu saja membeli pada Pak Beruang. Tapi, Pak Beruang menaikkan harganya setiap harinya, sehingga para penghuni hutan yang miskin tidak mampu membelinya. Banyak penghuni hutan yang kelaparan itu mencoba mencuri telur itu, tapi tidak pernah ada yang berhasil. Telur Pak Beruang semakin mahal dan penghuni hutan semakin putus asa, sampai akhirnya cita Kelinci mengeluh pada temannya Lusi Terwelu di rumahnya.
“Coba lihat ini, Lusi! Baju ini sudah lebih mirip daster! Lebih besar 3 kali dari ukuran sebenarnya,” ungkap Cita.
“Ah… mungkin maksudmu badanmu yang tinggal tulang berbalut kulit? Nggak usah ngomong deh! Semua warga di sini juga kurus seperti papan,” bantah Lusi sambil mengecat mainan kayu yang ia buat.
“Kecuali Pak Beruang Kikir. Setiap pagi ia menyimpan telur-telur segar,” ucap Cita.
“Hei, itu dia! Pagi-pagi sekali sebelum ia mengambil telurnya, kita akan mengambilnya. Kau berbicara dengan Pak Beruang sementara aku menggali lubang di kandang ayam itu dan mengambil telur itu,” usul Lusi.
“Setuju…!” sahut Cita sambil menjabat tangan Lusi yang belepotan cat.
Maka keesokkan paginya, pagi-pagi sekali, rencana itu pun dilaksanakan. Sementara cita mengobrol dengan Pak Beruang, Lusi mengambil kelima puluh telur dari lubang yang ia buat.
Rencana itu berhasil! Mereka pulang membawa kelima puluh telur itu. Tapi, ketika Cita meminta bagiannya, ia mendapat kejutan…
“Bagianmu? Kau kan cuma mengobrol, dan lagipula yang punya ide ini kan bukan kau, tapi aku,” bantah Lusi.
Dengan penuh kekesalan, Cita pergi dari rumah Lusi. Siang itu, Lusi yang hendak memakan telur-telur itu kaget ketika melihat Pak Beruang dan Maro Marmut si detektif sedang berkeliling mendatangi rumah-rumah penduduk. Mereka sudah dapat dipastikan sedang mencari si pencuri telur. Segera Lusi mengejar Cita dan mengajaknya masuk ke rumahnya.
Mereka amat ketakutan dan berusaha mencari tempat untuk menyembunyikan telur-telur itu. Tanpa sengaja, Cita tersandung mainan kayu Lusi dan telur-telur itu jatuh ke kaleng-kaleng yang berisi cat.
Kecelakaan ini menyelamatkan jiwa Cita dan Lusi. Ketika Pak Beruang dan Maro Marmut memeriksa di rumah Lusi, ternyata yang ada adalah telur-telur berwarna dan tentu saja Pak Beruang mengatakan itu bukan telur-telurnya yang hilang.
“Ini khusus untuk warga hutan! Aku mendapatkannya dari pamanku di hutan sebelah,” ucap Cita.
“Hmm… ide bagus Cita! Semoga Pak Beruang dapat mencontohnya,” kata Maro.
Maka Pak Beruang pun mengikuti hal itu. Ia membagikan telur secara gratis. Begitu juga ke desa manusia. Dan untuk mencegah terjadinya kelaparan, khususnya di musim kemarau (April), para kelinci membagi-bagikan telurnya.
Begitulah Paman Mbul mengakhiri kisahnya.
“Ooo… jadi begitu rupanya, kukira para kelinci bertelur,” kata Aci.
“Memang tidak! Kelinci itu beranak, tapi anak-anak mereka yang akan menjadi penerus tradisi ini,” sahut Paman Mbul.
“Tapi, yang pasti,” lanjut Paman Mbul, “Cerita ini ingin berpesan agar kita sebagai generasi penerus hendaknya melakukan yang baik seperti para pendahulu kita. Dan jangan pelit tentunya.”
Cerpen Karangan: Patricia Joanne
Blog: http://alicetheuglyducklingsdiary.blogspot.com
sumber : http://cerpenmu.com
nah... buat teman2 SD St. Kristoforus I yang mempunyai cerpen menarik, dan ingin di tampilkan di Blog ini, silahkan kirimkan cerpen kalian ke alamat email : sdkristoforus1@gmail.com
atau bisa langsung di serahkan ke guru kelas kalian masing2...
Langganan:
Postingan (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar